Sabtu, 17 April 2010

MAKALAH PANCASILA

MAKALAH
PANCASILA


Dosen Pembimbing :
Drs. Kustomo









Disusun Oleh :

Kelompok 9
1. Amirul M. ( 086202 )
2. Dian Triana ( 081352 )
3. Maulana Febrianto ( 086243 )
4. Ika Nur Lailiyah ( 081014 )
5. Jeffy ( )
6. Andit T. N. ( )


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2008-E
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2008



KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT serta limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penyusunan tugas yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI IDIOLOGI” bisa terselesaikan.
Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat Islam ke jalan yang benar.
Dalam penulisan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Drs. Kustomo selaku dosen pembimbing dan teman-teman yang telah membantu dalam penusunan tugas ini. Penulis menyadari bahwa kekurangan dan kesalahan banyak ditemui dalam penulisan tugas ini. Oleh karena itu kurang ariflah jika penulis tidak membuka dan mengharapkan kritik dan saran kostruktif dari semua pihak sehingga demi perbaikan selanjutnya






Jombang, November 2008


Penulis











BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Proses pembangunan dalam PJP II Pelita ke tujuh ini menghadapi tantangan yang sangat hebat, yaitu terjadinya krisis ekonomi yang kemudian disertai dengan krisis politik yang pada gilirannya munculnya gerakan reformasi yang menuntut penataan kembali pemerintahan negara yang benar, demokratis, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
Hal ini adalah sebagai akibat praktek kehidupan selama orba yang penuh dengan KKN ditambah lagi dengan pengaruh global baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu dalam era reformasi dan pengaruh global yang sangat kuat dengan melalui reformasi, maka tidak mengherankan banyak pengaruh ideologi lain terhadapkesatuan dan persatuan indonesia. Maka agar bangsa indonesia tidak jatuh lebih parah lagi maka harus memiliki kewaspadaan nasional.

B.Tujuan
Agar meningkatkan patriotisme dan kesetiakawanan sosial
Untuk menciptakan pranata sosial dan dinamis
Untuk mengamalkan pancasila

C.Manfaat
Meningkatkan patriotisme dan kesetiakawanan sosial
Menciptakan pranata sosial yang dinamis






BAB II
KEWASPADAAN NASIONAL

A.Pengantar
Proses pembangunan dalam PJP II Pelita ke tujuh ini menghadapai tantangan yang sangat hebat, yaitu terjadinya krisis ekonomi yang kemudian disertai krisis politik yang pada gilirannya muncul gerakan reformasi yang menuntut penataan kembali pemerintahan Negara yang benar-benar demokratis dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Ekonomi Indonesia pada pelita ke tujuh ini mengalamai kehancuran sehingga praktis GBHN tidak dapat di realisasikan sesuai dengan rencana yang telah digariskan oleh MPR, terutama yang berkaitan dengan dana yang mengalami tekanan yang sangat hebat. Hal ini adalah sebagai akibat praktek kehidupan pemerintahan selama Orba yang penuh dengan KKN, ditambah lagi dengan pengaruh global sehingga krisis politik dan ekonomi tidakdapat dilepaskan dengan pengaruh global baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya hutang luar negeri, ketergantungan pada dana moneter internasional IMF dan lain sebagainya.
Oleh karena itu dalam era reformasi dan pengaruh global yang sangat kuat dewasa ini dengan melalui reformasi, maka tidak mengherankan banyak pengaruh-pengaruh ideologi lain terhadap kesatuan dan persatuan Indonesia. Maka agar bangsa Indonesia tidak jatuh lebih para lagi maka harus memiliki kewaspadaan nasional berikut ini.
B.Hakikat Kewaspadaan Nasional
Kewaspadaan adalah merupakan manifestasi aktual dari kemampuan intelektual manusia dengan sadar untuk menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi dan mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Dengan demikian, kewaspadaan nasional berarti kesadaran dan kesiagaan bangsa untuk melihat dengan tajam dan teliti masalah yang dihadapi secara nasional, baik dalam bentuk kerawanan, gangguan, hambatan, ataupun tantangan serta mampu menemukan peluang yang terbuka sehingga dapat mengambil keputusan dan sikap yang benar dan baik bagi keselamatan, kelestarian dan kepentingan bangsa dan negara. Dengan demikian, terbuka peluang yang makin besar bagi bangsa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang melibatkan segala aspek kehidupan bangsa dan dengan demikian membentuk dan memiliki suatu kekuatan yang real dan efektif, yang berupa kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kondisi bangsa yang dimaksud itu adalah ketahanan nasional yang pada hakikatnya bersifat dinamis dan merupakan wujud yang integral dari aspek-aspek kehidupan bangsa, yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan.
C.Kewaspadaan dalam Mengamalkan Pancasila
Dalam kondisi bangsa dan negara yang sedang melakukan reformasi ini maka banyak Ancaman, Gangguan, Hambatan serta Tantangan yang harus diwaspadai oleh bangsa Indonesia.
1.Cara Berpikir dan Mentalitas yang Perlu Diwaspadai
Berbagai sikap dan cara hidup dalam bermasyarakat yang perlu diwaspadai yang menimbulkan berbagai kerawanan antara lain sebagai berikut :
a).Sikap Materialistis
Sikap menghargai materi adalah baik, akan tetapi mendewakan materi dengan menganggapnya sebagai ukuran dasar untuk menilai makna hidup adalah bertentangan dengan nilai pancasila dan mengakibatkan manusia cenderung serakah. Hal yang demikian ini mengakibatkan sikap yang tidak peka terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan terutama terhadap nilai-nilai ketuhanan.
b).Mentalitas yang Berorientasi pada kekuatan dan Kekerasan
Mentalitas ini tercermin dalam perilaku yang midah mengambil sikap atau tindakan kekerasan sebagai cara menangani masalah yang dihadapinya. Bagi aparatur negara atau penyelenggara negara, ikap yang demikian ini jelas tidak demokratis dan mencerminkan tindakan negara kekuasaan dan bukan negara hukum. Hal yang demikian ini menunjukkan kemiskinanan budaya serta membahayakan masyarakat.
c).Sikap yang Formalistis
Kalaupun sikap ini nampaknya mematuhi peraturan, namun pada dasarnya tidak dapat menghargai makna peraturan dan cenderung menyalahgunakannya. Sikap ini menjadi lemah dan tidak kukuh dalam pendirian. Konsekuensinya mudah terjerumus dalam kemunafikan.
d).Sikap yang Primordial
Sikap primordial adalah sikap yang sempit dan isolatif serta hanya mengutamakan kepentingan asal-usul kelompok seperti marga, ras, suku, golongan, daerah, maupun agama. Primordilalisme sebagai sikap yang mementingkan persepsi, pandangan dan kepentingan kelompok ikatan lama, antara lain mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1).Mempersempit moralitas pengakuan terhadap kesamaan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta membatasi hanya kepada kelompok saja.
2).Melunturkan wawasan kebangsaan serta persatuan dan kesatuan bangsa.
3).Mempersulit upaya pencapaian konsensus nasional dan loyalitas bersama sebagai suatu bangsa.
4).Cenderung mengingkari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.Sumber Ancaman Gangguan, Hambatan dan Tantangan
a).Komunisme
Pelopor aliran Komunisme adalah Karl Marx abad 19, yang beraliran sosialis radikal. Ajaran Marx tersebut Marxisme dikembangkan oleh Lenin menjadi Marxisme-Leninisme, yang kemudian juga oleh Stalin dijadikan dasar ideologi negara komunis. Pokok komunisme yang bertentangan dengan pancasila antara lain sebagai berikut :
1).Ajaran komunisme bersifat atheis, karena ajaran komunisme didasarkan atas kebendaan, maka ajaran komunisme tidak percaya adanya Tuhan.
2).Komunisme adalah internasionalisme, yaitu prinsipnya masyarakat komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional. Maka komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme, hal ini bertentangan dengan sila persatuan Indonesia.
3).Komunisme membangun negara berdasarkan kelas. Adapaun ciri-ciri kahs yang diterapkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.Menciptakan situasi konflik dengan mengadu domba beberapa pihak tertentu (pertentangan kelas)
2.Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
3.Bilamana golongan komunis telah merasa kuat dalam masyarakat maka akanmengadakan pemberontakan untuk menguasai negara.
b).Liberalisme
Ajaran liberalisme bertitik tolak dari paham individualisme yang mendasarkan pada hak dan kebebasan individu yang melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa kecuali dengan persetujuannya. Kemudian pada abad 19 individualisme mengembangkan kapitalisme yang eksploitatif, penguasaan atas alat produksi oleh para kapitalis dan pemerasan atas buruh, walaupun kemudian berangsur-angsur melakukan perbaikan atas nasib buruh.
c).Fasisme dan militerisme
Fasisme pada dasarnya mendambakan suatu negara yang kuat, dengan pemusatan kekuasaan yang tunggal denganmembangun orientasi nasionalisme eksklusif dengan mengandalkan kekuatan militer sehingga menganggap rendah harkat dan martabat bangsa serta manusia lain. Paham ini jelas bertentangan dengan pancasila yang Berketuhanan yang maha Esa, Berkemanusiaan, Berpersatuan Berkerakyatan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
d).Pragmatisme
Pragmatisme adalah suatu paham yang hanya menghargai manfaat atau guna secara praktis sebagai hasil akhir, dan bukan prinsip-prinsip yang mendasari usaha untuk memetik manfaat dan memberikan hasil. Jadi dalam kaitannya dengan Pancasila maka Pragmatisme pada hakikatnya adalah anti ideologi, karena ideologi adalah tidak ada manfaatnya.
3.Penanggulangan dan Pencegahan
Untuk menanggulangi kerawanan dan AGHT tersebut maka dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a).Berpikir integralistik .
b).Meningkatkan pemasyarakatan dan pembudayaan Pancasila.
c).Membina kerukunan hidup umat beragama.
d).Meningkatkan ketaatan pada Hukum, Moral, dan Agama.
e).Meningkatkan kemampuan berpikir rasional dan kritis.
f).Meningkatkan patriotisme dan kesetiakawanan sosial.
D.Kewaspadaan dalam Rangka Menegakkan UUD 1945
Dalam menegakkan UUD 1945 juga terdapat berbagai macam kerawanan yang harus diwaspadai, sebagai berikut :
1.Suasana Hubungan yang Menimbulakan Kerawanan
a.Suasana Hubungan yang Feodalistik
Suasana hubungan yang feodalistik tersebut adalah merupakan pengaruh penjajah dan masa kerajaan. Dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945, setiap warga negara mempunyai kedudukanyang sama dimuka hukum dan pemerintahan dan tanpa membedakan suku, ras, asal-usul, juga tidak berorientasi pada penguasa.

b.Suasana Hubungan yang Otoriter
Inti sikap otoriter adalah mengandalklan kekuasaan belaka, dan tidak mengindahkan pendapat dan pertimbangan orang lain, walau baik sekalipun. Faktor emosional lebih dominan dibanding rasional sehingga instruksi nerupakan satu-satunya jalan komunikasi, dengan akibat potensi yang ada dalam masyarakat kurang mendapatkan kesempatan untuk dimanfaatkan sehingga frustasi dan apatisme makin meningkat dikalangan masyarakt banyak. Sikap atau hubungan yang otoriter, jelas tidak sesuai dengan semangat demokrasi.
c.Suasana Hubungan yang Totaliter
Sausana hubungan yang bersifat tertutup dan tidak membuka pintu kebebasan. Perbedaan pendapat cenderung ditekan secara represif. Suasana ini lebih kaku dari pada iklim otoriter karena membuat kehidupan masyarakt menjadi makin membeku. Jadi jelas tidak sesuai dengan ketentuan dan semangat UUD 1945 yang mengutamakan demokrasi dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
d.Suasana Hubungan yang Anarkhistis
Situasi yang anarkis menunjukkan tata kehidupan yang tidak menentu karena tatanan hukum tidak diperhatikan dan tidak ditetapkan dengna semestinya. Pada umumnya situasi yang anarkis timbul karena lemahnya kepemimpinan atau karena aspirasi rakyat tidak tertampung oleh struktur sosial yang ada, bahkan terhambat oleh struktur kekuasaan yang ada. Terutama dalam upaya bangsa Indonesia mengadakan reformasi ini suasana anarkis telah terjadi, diberbaai kota termasuk di Jakarta.
e.Suasana Hubungan yang Diskriminatif
Sikap atau suasana hubungan yang diskriminatif jelas tidak sesuai dengan ketentuan dan semangat UUD 1945 yang menghendaki persamaan setiap warga negara, juga bertentangan dengan wawasan kebangsaan yang terdiri atas kebhinekaan dan keragaman suku, adat, ras, golongan, dan agama.
f.Suasana Hubungan yang Eksplotatif
Suasana yang eksploitatif yaitu hubungan yang ada dalam masyarakat dan atau negara yang mengeksploitasi antara unsur masyarakat yang satu terhadap yang lainnya, baik dalam bidang politik, ekonomi hukum maupun kehidupan sosial. Oleh karen aitu kondisi tidak sesuai dengan UUD 1945 dan semangat reformasi dan justru reformasi untuk menghilangkan praktek eksploitasi melalui KKN.
2.Sumber AGHT
a.Sentralisme
Sentralisme yaitu keadaan dimana seluruh kekuasaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dan ditentukan dari pusat.
b.Nepotisme
Nepotisme adalah suatu kondisi hubungan dalam pemerintahan yang berdasarkan hubungan keluarga, antara lain pemberian kedudukan, jabatan, posisi, kekuasaan maupun fasilitas dalam pemerintahan berdasarkan hubungan keluarga (Ismail,1998). Nepotisme tidak sama dengan asas kekeluargaan yang terkandung dalam UUD 1945, karena asas kekeluargaan dalam UUD 1945 ukuran utama kemanfaatan, kesejahteraan adalah pada rakyat secara bersama sebagai suatu bangsa tanpa menghilangkan hak-hak warga negara sebagai individu. Dalam gerakan reformasi ini nepotisme merupakan penyakit pemerintahan dan akan dihilangkan dan praktek nepotismelah yang mengakibatkan korupsi dan kolusi.
c.Etatisme
Sistem ini menunjukkan suatu pemerintahan dengan kekuasaan sepenuhnya ada di tangan negara. Negaralah yang mengatur seluruh kehidupan masyarakat sehingga kurang memberikan peluang dan peran bagi warga masyarakat. Sistem ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menjunjung tinggi demokratis. Akibat kondisi negara seperti ini masyarakat menjadi apatis yang menyerahkan segalanya pada negara, dan pada gilirannya negara menjadi semakin lemah dan rapuh.
d.Separatisme
Suatu sikap separatisme adalah sikap yang ingin memisahkan dari kesatuan negara dan bangsa Indonesia. Hal ini berkembang dari sikap fanatisme daerah, suku, ras, golongan, maupun agama. Keadaan yang semacam ini jelas tidak sesuai dengan UUD 1945 karena negara kita adalah negara yang kesatuan republik yang berkedaulatan rakyat, jadi tidak ada paham negara dalam negara.
e.Monopoli
Monopoli adalah penguasaan atas proses dan kegiatan ekonomi dengan segala unsur-unsurnya demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang.
f.Absolutisme
Absolutisme adalah suatu sistem pemerintahan yang mendasarkan pada kekuasaan absolut. Artinya tidak ada pembagian kekuasaan, jadi kekuasaan bersifat memusat sehingga yang berkuasa sekaligus pembuat undang-undangserta pembuat keputusasn. Oleh karena itu dalam reformasi kecenderungan pemerintahan yang absolut harus ditata ulang.
g.Diktator
Diktator adalah manifestasi sistem pemerintahan, dengan kekuasaan dipegang oleh satu tangan. Pemerintahan disatu tangan ini bisa oleh partai tunggal, oleh kelompok, atau oleh perorangan. Pemerintah yang diktator tidak memperhatikan aspirasi rakyat jadi tidak perlu kritik maupun kontrol.
3.Penanggulangan dan Pencegahan
a.Mengusahakan sistem legislasi nasional yang terpadu.
b.Menciptakan pranata sosial yang terbuka dan dinamis.
c.Menciptakan pranata sosial yang didasari semangat kebersamaan.
d.Membina pola hubungan sosial yang adil.
e.Menyelenggarakan koordinasi kegiatan pemerintahan dan pembangunan.

E.Kewaspadaan dalam Rangka Melaksanakan Pembangunan Nasional
Krisis ekonomi, politik, hukum maupunkepercayaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan PJP II Pelita ketujuh ini, akan banyak menghadapi berbagai macam tantangan yang serius, terutama dalam rangka melakukan reformasi, oleh karena itu perlu diwaspadai berbagai kerawanan yang ada dalam masyarakat.
1.Kerawanan dalam Masyarakat
a.Korupsi dan Kolusi
Penguasaan dan perampasan hak-hak rakyat dalam praktek korupsi dan kolusi adalah target utama dalam reformasi, dan hal ini erat sekali kaitannya dengan praktek nepotisme.
b.Kemiskinan
Kemiskinan baik dalam arti absolute maupun dalam arti relatif, senantiasa merupakan faktor ketidakpuasan dan kegelisahan masyarakat. Kondisi kemiskinan ini merupakan faktor kerapuhan politik dalam suatu negara. Oleh karena itu dalam reformasi dewasa ini agenda utama yang harus diselesaikan adalah kemiskinan rakyat yang semakin parah, karena sudah menyangkut kebutuhan fisik minimum (KFM) antara lain sembako. Oleh karena itu pada pelaksanaan reformasi dewasa ini harus memiliki moral etik untuk menahan diri terlebih dahulu agar suhu politik tidak meningkat, dan mendahulukan kebutuhan minimal rakyat tanpa meninggalkan agenda reformasi lainnya seperti politik, hukum, sosial, budaya dan lain sebagainya.
c.Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu perbedaan yang terlalu dalam teruatam tentang tingkat sosial ekonomi yang ada dalam masyarakat. Hal ini dapat dikarenakan salah penentuan kebijaksanaan dalam pembangunan terutama dalam masa sebelum reformasi, dan reformasi ini berupaya untuk mengurangi sekecil mungkin kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial merupakan faktor penyebab ketidakpuasan dan dapat menimbulkan kekerasan sosial.
d.Factor lain yang menyebabkan kerawanan
Faktor-faktor lain yang menyebabkan kerawanan adalah sebagai berikut :
1).Keterbelakangan
2).Ketergantungan
3).Pencemaranlingkungan
4).Dekadensi moral
5).Apatisme dan ketidakpedulian sosial
F.Analisis masalah dalam pengamalan pancasila
Analisis dilakukan agar dapat memberikan suatu penilaian yang kritis dan obyektif serta pada akhirnya untuk dapat memberikan suatu solusi yang positif. Masalah-maslah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang dihayatinya nilai-nilai Pancasila, perbedaan pendapat diantara anggota masyarakat, penyelewengan atau mungkin kesenjangan sebagai upaya untuk menimbulkan kerawanan dalam kehidupan masyarakat. Masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat itu amat kompleks dan terbatas, oleh karena itu analisis dilakukan untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas tentang pengamalan Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan dan pada akhirnyamampu memberikan arah bagi pengamalan Pancasila secara konsisten.
1.Sumber Nilai dalam Analisis
Dalam proses analisis pengamalan Pancasila sebagai sumber nilai adalah nilai-nilai pancasila. Maka dalam pengertian ini pancasila adalah sebagai “Das Sollen” yaitu sebagai nilai yang seharusnya direalisasikan. Adapun masalah peristiwa atau kasus dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai suatu “Das Sein” yaitu suatu yang ada dalam kenyataan hidup masyarakat. Oleh karena itu nilai-nilai pancasila adalah merupakan sumber nilai sebagai patokan dalam pemecahan analisis masalah.
2.Asas Analisis
Dalam melakukan analisis haruslah dengan menggunakan asas-asas serta kriteria yang jelas. Perlu diketahui bahwa proses analisis ini berkaitan dengan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan dengan segala aspeknya. Oleh karena itu analisis dilakukan tidak hanya berdasarkan pada asas ilmiah rasional saja namun juga berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber pada Pancaasila sebagaimana dijelaskan di muka.
a.Asas Rasional Ilmiah
Masalah haruslah diambil (dikummpulkan) dari peristiwa-peristiwa yang timbul dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Misalnya masalah-masalah sosial, ternyata dikembangkan menjadi masalah politik. Kemudian diteliti hubungan sebab akibatnya, saling hubungan diantara faktor-faktor penyebab yang ada atau yang saling mempengaruhi misalnya masalah sara mengakibatkan masalah politik, masalah politik menyebabkan masalah ekonomi dan lain sebagainya. Akhirnya disimpulkan berdasar hukum-hukum logika.
b.Asas Normatif
Selain asas ilmiah dan dasar nilai-nilai pancasila juga norma-nirma yang harus ditaati dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu norma-norma peraturan perundang-undangan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka setiap permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara harus dianalisis dan dipecahkan berdasarkan norma-norma peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah dilakukan analisis tahap berikutnya yang sangat penting adalah berupaya untuk mencari alternatif pemecahan. Alternatif pemecahan ini tidak hanya dilakukan secara matematis dan kuantitatif saja, melainkan tetap harus berdasarkan pemikiran yang bijaksana , yaitu pemecahan berdasarkan akal, rasa, dan kehendak manusia.
3.Analisis Masalah-masalah Ketatanegaraan
Masalah-masalah kenegaraan dalam masalah ini adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan segala aspek penyelenggaraan negara, masalah-masalah tersebut antara lain :
a).Masalah undang-undang yang berkaitan dengan susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD sebagaimana tertuang dalam UU No. 2/1985.
b).Masalah Undang-undang tentang pemilihan umum sebagaimana tertuang dalam UU No. 1/1986.
c).Masalah nepotisme dalam keanggotaan MPR dan DPR.
d).Masalah reformasi politik.
e).Masalah reformasi hukum, dan masalah-masalah kenegaraan lainnya.
4.Analisis Masalah-analisis dalam Pelaksanaan Pembangunan
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional sudah dapat dipastikan akan timbul berbagai macam masalah yang memerlukan pemecahan yang adil dan bijaksana. Masalah itu timbul terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan yang menyangkut kepentingan negara dan kepentingan warga negara, antara aparat pelaksana pembangunan dengan rakyat. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut :
a).Masalah penggusuran tanah untuk kepentingan pembangunan bersama, misalnya pelebaran jalan, pembangunan potensi ekonomi dan lain sebagainya.
b).Masalah pelaksanaan HAM.
c).Masalah kenaikan BBM dan tarif listrik.
d).Masalah pendidikan dan lain sebagainya.
5.Analisis Masalah-masalah Kemasyarkatan
Masalah-masalah kemasyarakatan yang timbul dalam kehidupan bersama sangatlah luas dan kompleks. Kompleksitas masalah tersebut berkembang sesuai dengan tingkat-tingkat peradaban manusia. Semakin modern suatu masyarakat maka permasalahan yang timbul juga akan semakin banyak dan bahkan tidak terbatas dan meliputi berbagai bidang kehidupan antaralain :
a).Masalah lapangan kerja dan pengangguran.
b).Masalah sikap mental yang kurang disiplin.
c).Masalah narkotika dan kenakalan remaja.
d).Masalah kejahatan termasuk kejahatan intelektual
e).Masalah Pilkades.




BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan asas teoritis demikian, maka tidak mungkin suatu bangsa menganut dan melaksanakan suatu sistem ideologi yang tidak bersumber pada filsafat hidup atau filsafat negara mereka sendiri.
Mengingat idiologi bersumber dari filsafat hidup dan filsafat negara, maka wujud nilai-nilai dasarnya cenderung terpadu. Artinya sulit dibedakan kedua asas nilai filosofis dan idiologis

1 komentar: